![]() |
| cover | topik.id |
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyusun arah kebijakan lima tahun ke depan dengan menggelar Konsultasi Publik atas Rancangan Peraturan Menteri tentang Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2025–2029. Dari laporan dokumen Renstra itu, menyoroti persoalan serius terkait rendahnya tingkat literasi digital di Indonesia dan dampaknya terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menggunakan teknologi secara bijak membuat ruang digital menjadi rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan dan penyimpangan etika.
Tingkat literasi digital yang rendah ini turut berkontribusi pada maraknya penipuan dan penyebaran konten negatif di dunia maya. Selama lima tahun terakhir, tercatat 3.640 ujaran kebencian berbasis SARA, 12.547 konten hoaks, dan 1,21 juta konten pornografi tersebar di ruang digital nasional.
Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat masih kesulitan membedakan antara informasi yang valid dan menyesatkan, sekaligus memperlihatkan lemahnya kemampuan berpikir kritis dalam bermedia digital.
"Kurangnya kesadaran tentang menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab membuat individu rentan terhadap penipuan dalam ruang digital seperti kejahatan etika, konten negatif, dan penipuan finansial, terdapat 3.640 ujaran kebencian berbasis SARA di ruang digital, ada 12.547 konten hoaks selama 5 tahun terakhir," tulis dalam laporan dokumen Renstra tahun 2025-2029 yang dapat diakses secara publik tersebut, seperti dilansir topik.id, Selasa (28/10/2025).
Tidak hanya itu, fenomena peningkatan pinjaman online hingga mencapai Rp 51,46 triliun, serta lonjakan transaksi judi online sebesar 8.136,77% dari 2018 hingga 2023, turut memperparah kondisi sosial ekonomi masyarakat. Situasi ini menggambarkan bagaimana penggunaan teknologi yang tidak diimbangi literasi finansial dan etika digital dapat menimbulkan masalah serius bagi stabilitas sosial.
"Peningkatan pinjaman online hingga Rp 51,46 triliun. Transaksi judi online warga Indonesia menembus rekor tertinggi dengan meningkat sebesar 8.136,77% dari 2018-2023," ungkap dalam laporan itu.
Ketersediaan akses internet yang semakin luas ternyata belum berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas masyarakat. Laporan Renstra 2025–2029 juga menunjukkan bahwa kemudahan akses tersebut justru banyak digunakan untuk aktivitas hiburan dan konsumsi konten yang tidak produktif.
Hal ini menandakan potensi digitalisasi belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk mendukung pemberdayaan masyarakat di berbagai sektor. Data menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan rata-rata 7 jam 38 menit per hari untuk berselancar di internet, dengan 3 jam 11 menit di antaranya digunakan untuk media sosial.
Dari seluruh pengguna internet, 83,2% mengaku menggunakan internet hanya untuk mengisi waktu luang, bukan untuk kegiatan produktif atau peningkatan kapasitas diri. Lebih jauh lagi, 85,4% masyarakat tercatat tidak pernah melakukan penjualan barang atau jasa secara online, padahal ekonomi digital menjadi salah satu sektor potensial yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
"Masyarakat Indonesia menghabiskan waktu hingga 7 jam 38 menit per hari untuk internetan, dengan media sosial menjadi layanan yang diakses setiap harinya selama 3 jam 11 menit. Sebanyak 83,2% pengguna internet di Indonesia menggunakan internet untuk mengisi waktu luang dengan mencari informasi," jelasnya.
Sementara itu, dalam transaksi e-commerce, sebagian besar masyarakat masih memilih metode cash on delivery (COD) sebesar 70,5%, menandakan rendahnya pemanfaatan layanan keuangan digital yang aman dan efisien. Laporan Renstra 2025-2029 menekankan bahwa peningkatan literasi digital harus menjadi prioritas utama untuk membangun masyarakat yang cerdas, tangguh, dan produktif di era transformasi digital.
Upaya sistematis perlu dilakukan melalui edukasi publik, kolaborasi lintas sektor, dan kebijakan yang mendorong penggunaan teknologi untuk kegiatan ekonomi, pendidikan, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.
"Komunikasi publik menjadi krusial dalam proses penyampaian informasi terkait kebijakan, program, serta layanan pemerintah yang harus dilakukan secara cepat, akurat, dan merata untuk membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat," ungkap dalam laporan tersebut.
.png.webp)