![]() |
cover | @google |
Direktur Pertahanan APAC, Urusan Regulasi Google, Brandon LeBlanc menjelaskan Google Play dan Android memberikan nilai dan pilihan yang signifikan bagi Indonesia dan berkontribusi pada ekosistem aplikasi dan pengembang yang berkembang pesat. Putusan KPPU baru-baru ini mengandung banyak ketidakakuratan faktual tentang Google Play dan operasinya dalam ekosistem.
"Meskipun kami tetap berkomitmen pada keterlibatan yang konstruktif dengan regulator Indonesia, kami ingin memastikan fakta tentang bagaimana layanan kami beroperasi sebenarnya dipahami dengan benar. Itulah sebabnya kami dengan hormat mengajukan banding atas putusan tersebut, yang didasarkan pada kesalahpahaman mendasar tentang ekonomi aplikasi dan cara kerja bisnis kami," jelas Brandon di laman resmi Google Indonesia, dikutip Sabtu (15/2/2025).
Brandon juga merincikan Android adalah ekosistem terbuka dan Google Play hanyalah salah satu dari banyak cara untuk mendapatkan aplikasi di Indonesia. Putusan ini memperlakukan Google Play sebagai satu-satunya cara bagi masyarakat Indonesia untuk menemukan dan mengakses aplikasi.
"Hal ini mengabaikan banyak pilihan lain yang tersedia bagi konsumen di seluruh ekosistem seluler. Di Android, pilihannya mencakup toko aplikasi pihak ketiga dan unduhan langsung dari situs web para pengembang. Apple App Store dan beragam toko aplikasi pihak ketiga lainnya juga menawarkan cara lain untuk menemukan aplikasi," jelasnya.
Google Play mendukung ekosistem aplikasi yang sehat di Indonesia.
Sementara itu, pihaknya juga menjalankan Play Store telah mendukung ekosistem aplikasi yang sehat dan kompetitif di Indonesia. Dalam keputusannya, KPPU telah menemukan bahwa wajar untuk mengenakan biaya layanan untuk mendukung ekosistem ini, mengingat banyaknya layanan yang disediakan oleh Google Play.
"Mulai dari upaya berkelanjutan kami untuk menjaga keamanan Android dan Play, hingga distribusi aplikasi, hingga alat dan pelatihan pengembang, semua itu ditambah dengan sistem pembayaran, yang menyediakan platform pembayaran yang konsisten, aman, dan terjamin, memberi pengguna pilihan beragam opsi pembayaran. Google Play telah memberikan manfaat besar bagi konsumen dan pengembang lokal. Namun, KPPU gagal mempertimbangkan persaingan yang kuat seputar biaya layanan, yang terus kami turunkan," jelasnya.
Di Indonesia, bagi pengembang yang menjual konten digital di aplikasi mereka, sebagian besar memenuhi syarat untuk biaya layanan sebesar 15% atau kurang. Model bisnis Google mendorong inovasi dan investasi berkelanjutan di platform, menyelaraskan kesuksesan Google dengan para pengembang Play Store.
"Sistem penagihan pilihan pengguna (UCB) Google Play telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pilihan. Ketersediaan sistem penagihan pilihan pengguna (UCB) telah menjawab banyak kekhawatiran yang dipertimbangkan oleh KPPU, termasuk dengan menyediakan alternatif sistem penagihan Google Play dan memperluas metode pembayaran yang tersedia. Google Play mendukung banyak metode pembayaran dan merupakan toko aplikasi besar pertama yang mengizinkan pengembang menawarkan sistem pembayaran mereka sendiri," ungkapnya.
UCB telah tersedia untuk pengembang aplikasi di Indonesia sejak tahun 2022, dan Indonesia termasuk di antara negara pertama di dunia yang mendapat manfaat dari program ini. Google telah menyampaikan komitmen untuk memperluas program UCB ke pengembang gim di Indonesia. Selain itu, program percontohan UCB telah menawarkan pengurangan biaya layanan 4% untuk transaksi yang dilakukan menggunakan sistem pembayaran alternatif. Ini menunjukkan komitmen Google terhadap pilihan dan fleksibilitas.
Google resmi banding putusan KPPU.
"Upaya banding kami akan mengangkat sejumlah keberatan tambahan, termasuk kekeliruan faktual, masalah prosedural, serta ketidakcukupan standar bukti yang diajukan. Kami memiliki keyakinan penuh terhadap posisi kami dan menantikan kesempatan untuk memberikan argumentasi kami selama proses hukum yang berjalan," jelasnya.
Selama bertahun-tahun, Google telah membuktikan bahwa komitmennya terhadap Indonesia melampaui platform, dengan melatih lebih dari 3 juta orang Indonesia melalui program-program Google dan secara aktif berinvestasi pada pengembang lokal melalui inisiatif seperti Indie Games Accelerator dan Play x Unity.
"Kami percaya Google Play memberikan manfaat besar bagi pengembang dan pengguna lokal, dan kami terus berkomitmen untuk membina ekosistem aplikasi yang berkembang dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi serta transformasi digital Indonesia," tutup dalam pernyataan resminya.
Fakta persidangan.
![]() |
Majelis Komisi yang diketuai oleh Hilman Pujana dengan Mohammad Reza dan Eugenia Mardanugraha sebagai Anggota Majelis | @kppu |
Terpisah, sebelumnya KPPU Indonesia mengumumkan bahwa Google LLC terbukti melakukan praktik monopoli (Pasal 17) dan menyalahgunakan posisi dominan untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi (Pasal 25 ayat (1) huruf b) dalam Perkara No. 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penerapan Google Play Billing System.
Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan denda Rp202,5 miliar dan memerintahkan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store. Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer aplikasi untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5% (lima persen) selama kurun waktu 1 tahun sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
"Putusan tersebut dibacakan tanggal 21 Januari 2025 oleh Majelis Komisi yang diketuai oleh Hilman Pujana dengan Mohammad Reza dan Eugenia Mardanugraha sebagai Anggota Majelis," keterangan KPPU dalam laporan resminya, Rabu (22/1/2025).
Sebagai informasi, perkara ini merupakan inisiatif KPPU atas dugaan pelanggaran Pasal 17, Pasal 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No. 5 Tahun 1999 oleh Google LLC. Google LLC mewajibkan developer aplikasi yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store untuk menerapkan Google Play Billing System (GPB System) dan menjatuhkan sanksi apabila developer aplikasi tidak patuh berupa penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store.
Google LLC menerapkan biaya layanan (service fee) dalam penerapan GPB System tersebut sebesar 15%-30%. Majelis Komisi melakukan pemeriksaan pendahuluan atas perkara ini sejak 28 Juni 2024 dan berakhir pada tahap pemeriksaan lanjutan pada 3 Desember 2024.
Dalam Putusannya, Majelis Komisi melalui analisis pasar multi-sisi menjelaskan Google Play Store merupakan platform digital yang menghubungkan antara developer aplikasi dan pengguna aplikasi dengan menyediakan fitur GPB System sebagai sistem penagihan dalam transaksi pembayaran untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchase).
Analisis struktur pasar.
Adapun pasar bersangkutan dalam perkara ini adalah jasa distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital yang dapat dilakukan prainstalasi pada seluruh perangkat seluler pintar dengan sistem operasi seluler berbasis Android di wilayah Indonesia pada periode dugaan pelanggaran sejak tanggal 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024.
Berdasarkan fakta persidangan serta analisis struktur pasar, Majelis Komisi menilai bahwa Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat dilakukan pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar yang berbasis Android dengan menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar.
"Atas perilaku Google yang mewajibkan penggunaan GPB System untuk setiap pembelian produk dan layanan digital yang didistribusikan di Google Play Store serta tidak mengizinkan penggunaan alternatif pembayaran lain dalam GPB System, menimbulkanberbagai dampak bagi para penggunanya. Dalam persidangan, mengemuka berbagai dampak yang dirasakan oleh pengguna aplikasi atas penerapan kebijakan GPB System yang menyebabkan keterbatasan pilihan metode pembayaran yang tersedia," jelasnya.
Pembatasan metode pembayaran tersebut berimbas pada berkurangnya jumlah pengguna aplikasi, penurunan transaksi yang berkorelasi dengan penurunan pendapatan, serta kenaikan harga aplikasi hingga 30% akibat peningkatan biaya layanan.
Kebijakan lain yang diterapkan Google LLC yaitu penjatuhan sanksi berupa penghapusan aplikasi dari Google Play Store dan tidak mengizinkan pembaruan pada aplikasi jika pengguna aplikasi tidak tunduk dan tidak mematuhi kewajiban tersebut. Akibatnya beberapa aplikasi hilang dari Google Play Store karena developer aplikasi tidak mengikuti kebijakan GPB System.
Tak hanya itu, developer aplikasi juga menghadapi tantangan dalam menyesuaikan antarmuka pengguna (user interface) dan pengalaman pengguna (user experience), yang menambah kompleksitas dalam mempertahankan daya saing aplikasi mereka di pasar. Berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis Komisi menyimpulkan Google LLC terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 huruf b UU No. 5 Tahun 1999, namun tidak cukup bukti untuk dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a.
Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi memutuskan memerintahkan Google LLC membayar denda sebesar Rp202.500.000.000 (dua ratus dua miliar lima ratus juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha.
Selain itu, Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store. Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer aplikasi untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5% (lima persen) selama kurun waktu 1 tahun, sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
"Pembayaran denda di atas wajib dibayarkan maksimal 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Jika Google LLC terlambat membayar denda, maka sesuai dengan ketentuan peraturan tentang pendapatan negara bukan pajak, Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk membayar denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) perbulan dari nilai denda. Bila mengajukan keberatan terhadap Putusan KPPU, maka sesuai Pasal 12 ayat (2) PP No. 44 Tahun 2021, Google LLC wajib menyerahkan jaminan bank sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda tersebut," tututp laporan resmi KPPU.