![]() |
cover |
Dalam investigasi yang menargetkan jaringan pengaruh yang diduga berasal dari Rusia, YouTube menutup dua kanal yang menyebarkan konten berbahasa Spanyol dan Inggris. Konten tersebut terindikasi mendukung narasi pro-Rusia sembari menyerang Ukraina dan Uni Eropa. Hal ini menjadi perhatian serius karena penyebaran informasi semacam itu bisa berdampak luas di kalangan masyarakat global yang mengakses YouTube sebagai sumber informasi.
"YouTube sebagai bagian dari investigasi kami terhadap operasi pengaruh terkoordinasi yang terkait dengan Rusia. Kampanye tersebut terkait dengan sebuah firma konsultan Rusia dan membagikan konten dalam bahasa Rusia yang mendukung Rusia dan mengkritik Ukraina dan Barat," tulis Google dalam pengumuman resminya, dilansir Selasa (22/7/2025).
Selain itu, dua kanal lain juga diblokir setelah ditemukan memiliki hubungan langsung dengan entitas yang disponsori oleh negara Rusia. Kanal-kanal ini mengunggah konten dalam bahasa Rusia yang bertujuan membentuk opini publik secara negatif terhadap Ukraina. Kampanye ini menunjukkan bagaimana propaganda digital dapat dijalankan dengan intens dan terstruktur melalui media sosial.
Lebih besar lagi, YouTube menutup 392 kanal tambahan yang juga terkait dengan Rusia, khususnya dengan sebuah firma konsultan di negara tersebut. Kanal-kanal ini memproduksi dan menyebarkan konten dalam bahasa Rusia yang mendukung pandangan politik Rusia sambil menyerang Ukraina serta negara-negara Barat. Ini mencerminkan skala besar dan kompleksitas operasi pengaruh digital dari pihak-pihak tertentu.
Tidak hanya Rusia, YouTube juga mendeteksi operasi serupa yang terkait dengan Israel. Empat kanal ditemukan menyebarkan konten dalam lima bahasa: Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Yunani. Kampanye ini dinilai pro-Israel dan banyak memuat kritik terhadap Palestina. Meski skalanya lebih kecil dibanding kasus Rusia, pola dan niatnya tetap serupa: membentuk opini publik melalui media digital.
"Sebagai bagian dari investigasi kami terhadap operasi pengaruh terkoordinasi yang terkait dengan Israel. Kampanye tersebut membagikan konten dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Yunani yang mendukung Israel dan mengkritik Palestina," terangnya.
Sementara itu, Azerbaijan juga menjadi fokus investigasi YouTube. Sebanyak 228 kanal ditutup karena menyebarkan konten dalam bahasa Azerbaijan yang mendukung pemerintah negara tersebut, mengkritik Armenia, dan bahkan memberikan komentar negatif terhadap pemerintahan Azerbaijan sendiri. Hal ini menandakan adanya kompleksitas narasi yang digunakan untuk mengaburkan motif di balik kampanye.
Kasus terbesar yang ditemukan berasal dari Tiongkok. Sebanyak 2.598 kanal YouTube telah dinonaktifkan, dan satu domain diblokir dari Google Berita dan Discover. Kampanye ini memanfaatkan jaringan tidak autentik yang mengunggah konten dalam bahasa Mandarin dan Inggris, membahas hubungan luar negeri antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Aktivitas ini dinilai konsisten dengan laporan-laporan investigasi sebelumnya.
Jaringan dari Tiongkok tersebut dinilai sangat terstruktur dan melibatkan berbagai kanal yang tampaknya dikelola secara profesional. Tujuannya adalah untuk memengaruhi persepsi internasional tentang kebijakan luar negeri Tiongkok. Google menyatakan bahwa tindakan seperti ini akan terus ditindak demi menjaga transparansi dan integritas ekosistem informasi digital.
Langkah penutupan ribuan kanal ini sekaligus menjadi peringatan bahwa YouTube dan Google semakin memperketat pengawasan terhadap konten yang bersifat manipulatif dan didorong oleh motif politik tertentu. Kolaborasi dengan peneliti independen serta lembaga internasional turut memperkuat akurasi dalam mengidentifikasi pola penyebaran informasi palsu dan tidak autentik.
"Memblokir 1 domain agar tidak memenuhi syarat untuk ditampilkan di Google Berita dan Discover sebagai bagian dari investigasi berkelanjutan kami terhadap operasi pengaruh terkoordinasi yang terkait dengan RRT. Jaringan tidak autentik terkoordinasi tersebut mengunggah konten dalam bahasa Mandarin dan Inggris tentang hubungan luar negeri Tiongkok dan AS. Temuan ini konsisten dengan laporan kami sebelumnya," ungkapnya.