iklan - scroll untuk melanjutkan membaca.

Komdigi dan TNI satukan kekuatan, kawal digitalisasi daerah 3T

Selain berbicara soal pembangunan infrastruktur, Meutya menyoroti dinamika geopolitik global yang semakin kompleks.

author photo
A- A+
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid | @komdigi
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) memperkuat kerja sama untuk mengawal proses digitalisasi di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), termasuk Papua. 

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa ketersediaan infrastruktur konektivitas di daerah 3T merupakan bagian penting dari strategi pertahanan nasional.

Meutya menyebut sinergi antara Komdigi dan TNI telah membuahkan hasil nyata, khususnya dalam menghubungkan wilayah-wilayah di Papua dengan jaringan digital. Kolaborasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperluas akses internet, tetapi juga memastikan keberlanjutan infrastruktur yang dibangun di daerah yang memiliki tantangan geografis dan keamanan.
"Kemkomdigi membangun konektivitas di daerah Papua bekerja sama dengan teman-teman TNI, khususnya yang bertugas di sana," ujar Meutya dalam pembekalan Perwira Siswa Pendidikan Reguler (Pasis Dikreg) LXVI Seskoad Tahun Ajaran 2025 di Bandung, Kamis (7/8/2025) kemarin. 
Ia juga mengapresiasi peran TNI dalam menentukan titik-titik strategis yang memerlukan konektivitas, sekaligus menjaga keamanan infrastruktur tersebut. Menurut Meutya, keberhasilan ini menjadi contoh konkret bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat mempercepat pemerataan digitalisasi di Indonesia.

“Ini contoh kolaborasi Kementerian Komdigi dan TNI yang akan terus berlanjut,” tegasnya. Meutya optimistis, kemitraan ini akan menjadi model kerja sama nasional yang mampu menjangkau wilayah yang selama ini sulit diakses.

Selain berbicara soal pembangunan infrastruktur, Meutya menyoroti dinamika geopolitik global yang semakin kompleks. Ia mengingatkan bahwa selain konflik fisik, saat ini dunia juga menghadapi perang di ranah digital. Ancaman siber menjadi salah satu tantangan terbesar yang memerlukan sinergi antara ahli teknologi dan strategi militer.

"Dalam konflik geopolitik ini juga terjadi perang-perang dalam bentuk digital. Itu menggambarkan pentingnya pertahanan digital," ungkap Meutya. 

Menurutnya, pertahanan digital harus dirancang sedemikian rupa agar mampu menghadapi berbagai bentuk ancaman, mulai dari serangan siber hingga infiltrasi data. 

Ia menjelaskan bahwa salah satu tantangan besar saat ini adalah masuknya layanan konektivitas satelit Low Earth Orbit (LEO) dari perusahaan asing ke Indonesia. Selain itu, derasnya arus data lintas batas negara juga berpotensi menimbulkan risiko bagi keamanan nasional jika tidak diawasi dengan ketat.

“Di situlah pentingnya digitalisasi dikawal tidak hanya oleh para pakar IT tapi juga orang yang ahli dalam strategi pertahanan,” ujarnya. Kolaborasi antara pakar teknologi dan militer menjadi krusial untuk memastikan keamanan data dan infrastruktur nasional.

Meutya juga menyoroti maraknya penyebaran informasi hoaks di tengah masyarakat. Hoaks, jika tidak ditangkal, dapat mengganggu stabilitas keamanan negara. Oleh karena itu, peran TNI juga dibutuhkan untuk membantu melawan penyebaran isu-isu menyesatkan yang dapat memecah belah persatuan bangsa.


Share:
Premium.
Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.

Update
Indeks