![]() |
cover | topik.id |
Menurut He, posisi Tiongkok konsisten, menolak keras segala bentuk politisasi, instrumentalisasi, dan militerisasi teknologi maupun isu ekonomi. TikTok, sebagai salah satu perusahaan teknologi yang berkembang pesat, dianggap tidak seharusnya menjadi korban tarik-menarik politik antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.
"Terkait isu TikTok, posisi Tiongkok tetap konsisten karena selalu menentang politisasi, instrumentalisasi, dan persenjataan teknologi serta masalah ekonomi dan perdagangan," tegas He Yadong dalam pernyataan resminya, dilansir Jumat (19/9/2025).
Ia mencatat bahwa tim ekonomi dan perdagangan Tiongkok dan AS telah mengadakan konsultasi pada 14 dan 15 September waktu setempat di Madrid, Spanyol. Berdasarkan konsensus penting yang dicapai kedua kepala negara melalui panggilan telepon.
Kedua pihak mencapai kesepakatan kerangka kerja dasar tentang penyelesaian masalah terkait TikTok, melalui kerja sama, pengurangan hambatan investasi, dan promosi kerja sama ekonomi dan perdagangan yang relevan. TikTok menjadi simbol uji coba apakah kedua negara bisa mengelola persaingan secara sehat tanpa menekan perusahaan teknologi di tengah konflik geopolitik yang makin tajam antara Tiongkok-AS.
Pemerintah Tiongkok, lanjut He, tetap menghormati kedaulatan bisnis perusahaan TikTok dan memberi dukungan dalam negosiasi komersial yang adil berdasarkan hukum pasar. Ia menegaskan bahwa semua keputusan terkait ekspor teknologi maupun hak kekayaan intelektual tetap akan melalui proses tinjauan resmi pemerintah.
Lebih jauh, Beijing juga meminta AS menciptakan iklim bisnis yang lebih terbuka dan tidak diskriminatif. Hal ini dianggap penting untuk menjamin keberlangsungan operasi perusahaan-perusahaan Tiongkok di Amerika Serikat, termasuk TikTok yang kini menjadi pusat perhatian publik dan politisi AS.
"Pihak AS untuk menyediakan lingkungan bisnis yang terbuka, adil, jujur, dan tidak diskriminatif, sesuai dengan konsensus yang dicapai oleh kedua belah pihak, demi keberlangsungan operasi perusahaan-perusahaan Tiongkok, termasuk TikTok, di Amerika Serikat, dengan demikian mendorong perkembangan hubungan ekonomi dan perdagangan Tiongkok-AS yang stabil, sehat, dan berkelanjutan," tegasnya.
Tiongkok selidiki antidiskriminasi AS.
Investigasi ini berlaku efektif sejak Sabtu (13/9/2025), hanya sehari sebelum pertemuan bilateral tersebut berlangsung. Hal ini menunjukkan sikap tegas Tiongkok dalam menanggapi kebijakan yang dianggap tidak adil.
Dalam pengumuman resminya, kementerian menyebut telah memperoleh bukti awal bahwa berbagai langkah AS, termasuk larangan dan pembatasan di bidang semikonduktor, bersifat diskriminatif. Investigasi ini dijalankan sesuai Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri Tiongkok. Beijing menegaskan akan mengambil langkah-langkah yang sesuai setelah hasil penyelidikan diperoleh.
Juru bicara kementerian menambahkan bahwa AS dalam beberapa tahun terakhir telah menerapkan sejumlah larangan dan pembatasan, seperti investigasi Pasal 301 dan kebijakan kontrol ekspor. Praktik proteksionis ini, menurut Tiongkok, secara langsung menghambat perkembangan industri teknologi tinggi, khususnya di bidang chip komputasi canggih dan kecerdasan buatan (AI).
Lebih jauh, Tiongkok menilai kebijakan AS tidak hanya merugikan perkembangan ekonomi domestiknya, tetapi juga mengganggu stabilitas rantai pasok dan industri semikonduktor global. Mengingat chip dan AI merupakan komponen vital bagi inovasi teknologi, langkah AS dipandang dapat menimbulkan efek domino bagi perekonomian dunia.
"Praktik proteksionis ini diduga mendiskriminasi Tiongkok dan merupakan pengekangan dan penekanan terhadap pengembangan industri teknologi tinggi Tiongkok seperti chip komputasi canggih dan kecerdasan buatan (AI), mereka tidak hanya merugikan kepentingan pembangunan Tiongkok tetapi juga secara serius merusak stabilitas rantai pasokan dan industri semikonduktor global, tambah juru bicara tersebut," tegasnya.