Survei: 73% Penerbit berita percaya AI peluang baru bagi jurnalis

M. Ihsan

JournalismAI merupakan inisiatif global Polis, lembaga pemikir jurnalisme di London School of Economics and Political Science.

cover JournalismAI | foto: @blog.google
Direktur JournalismAI, London School of Economics dan Ilmu Politik, Charlie Beckett, mengungkapkan hampir tiga perempat (73%) organisasi berita yang disurvei percaya bahwa aplikasi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, seperti Bard atau ChatGPT menghadirkan peluang baru bagi jurnalisme.

JournalismAI merupakan inisiatif global Polis, lembaga pemikir jurnalisme di London School of Economics and Political Science (LSE), dan didukung oleh Google News Initiative.

Charlie Beckett merincikan, pihaknya telah menjangkau kelompok profesional media yang lebih besar dan beragam pada tahun ini. Antara April dan Juli 2023 dan mensurvei 105 organisasi berita dari 46 negara tentang keterlibatan mereka dengan AI dan teknologi terkait.
"Dalam laporan penelitian terbaru kami, Menghasilkan Perubahan , kami menyampaikan apa yang dilakukan redaksi dengan AI saat ini . Kami ingin menjangkau kelompok profesional media yang lebih besar dan beragam pada tahun ini. Antara April dan Juli 2023, kami mensurvei 105 organisasi berita dari 46 negara tentang keterlibatan mereka dengan AI dan teknologi terkait," ungkap Charlie Beckett
dalam laman resmi Google, dikutip Kamis (21/9/2023).
Lanjutnya, laporan terbaru ini dimaksudkan sebagai latihan komparatif untuk membantu lebih memahami beberapa tren yang dilihat seputar AI di ruang redaksi. 

"Hampir tiga perempat (73%) organisasi berita yang disurvei percaya bahwa aplikasi AI generatif, seperti Bard atau ChatGPT, menghadirkan peluang baru bagi jurnalisme," bebernya kembali.

Sekitar 85% responden survei, termasuk jurnalis, ahli teknologi, dan manajer di organisasi berita, setidaknya pernah bereksperimen dengan AI generatif untuk membantu tugas-tugas seperti menulis kode, membuat gambar, dan membuat ringkasan.

"Beberapa responden menyatakan bahwa AI dapat membantu meningkatkan kapasitas untuk melakukan pekerjaan yang lebih kreatif dengan membantu tugas-tugas yang memakan banyak waktu seperti transkripsi wawancara dan pengecekan fakta," terangnya.

Selain itu, responden menyatakan bahwa AI generatif dapat diakses, memiliki persyaratan keterampilan teknis yang rendah, dan apa yang digambarkan sebagai kemampuan mereka untuk memahami konteks. 

"Hal ini, kata mereka, membuat AI generatif menonjol dari teknologi AI lainnya yang umumnya memerlukan keahlian khusus yang mendalam di bidang seperti pemrograman," jelasnya kembali.

Sementara itu, Charlie Beckett juga mengutarakan terlepas dari peluang-peluang ini, para responden menyadari perlunya setiap konten yang dihasilkan oleh AI harus diperiksa oleh manusia untuk mengurangi potensi bahaya seperti bias dan ketidakakuratan. 

"Lebih dari 60% responden menyatakan kekhawatiran mereka mengenai implikasi etis AI terhadap nilai-nilai jurnalistik termasuk akurasi, keadilan dan transparansi serta aspek jurnalisme lainnya," ujarnya.

Meskipun redaksi di seluruh dunia menghadapi tantangan terkait integrasi AI, tantangan tersebut lebih berat bagi redaksi di negara-negara Selatan, misalnya Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. 

Responden menyoroti tantangan bahasa, infrastruktur dan politik. Mereka mencatat bagaimana manfaat sosial dan ekonomi dari AI cenderung terkonsentrasi secara geografis di negara-negara utara, dimana terdapat infrastruktur yang lebih baik dan akses yang lebih mudah terhadap sumber daya.

"Dengan 80% responden memperkirakan peningkatan penggunaan AI di redaksi mereka, penulis laporan tersebut yakin bahwa ini adalah peluang penting bagi jurnalis yang mereka sebut 'baik' untuk melakukan lebih banyak pekerjaan 'manusiawi' dengan dukungan AI," ungkapnya.

Unduh laporan lengkapnya di laman resmi JournalismAI.
Share:
Baca berita berbasis data.

Kategori konten paling banyak dibaca.
Bisnis Terkini
Lihat semua
Komentar
Login ke akun RO untuk melihat dan berkomentar.

Terkini

Indeks