![]() |
| cover | topik.id |
Google kembali memperluas cakrawala inovasinya melalui Proyek Suncatcher, sebuah inisiatif penelitian yang berfokus pada pengembangan infrastruktur kecerdasan buatan, artificial intelligence (AI) di luar angkasa dengan sumber energi utama dari Matahari.
Proyek ini berangkat dari keyakinan bahwa AI sebagai teknologi fundamental yang mampu membantu manusia mengatasi berbagai tantangan besar dunia, mulai dari perubahan iklim hingga efisiensi energi. Dengan menempatkan sistem AI di orbit, Google berupaya membuka babak baru dalam pemrosesan data dan pembelajaran mesin berskala global.
"Dengan melihat potensi masa depan ini, kami mengeksplorasi bagaimana jaringan satelit bertenaga surya yang saling terhubung, yang dilengkapi dengan chip AI Tensor Processing Unit (TPU) kami, dapat memanfaatkan sepenuhnya kekuatan Matahari," tulis Google dalam pengumuman resminya, seperti dilansir topik.id, Rabu (5/11/2025).
Melalui Proyek Suncatcher, Google membayangkan jaringan satelit bertenaga surya yang saling terhubung dan dilengkapi dengan chip Tensor Processing Unit (TPU), prosesor yang dirancang khusus untuk mempercepat komputasi AI.
Ide utamanya adalah memanfaatkan energi Matahari secara langsung untuk mendukung pemrosesan AI di luar atmosfer Bumi, di mana efisiensi energi dan pendinginan alami bisa dimaksimalkan tanpa hambatan lingkungan. Pendekatan ini menjanjikan potensi pengurangan jejak karbon signifikan dibandingkan pusat data konvensional di Bumi.
Inspirasi proyek ini datang dari sejumlah upaya ambisius Google sebelumnya, seperti kendaraan otonom Waymo dan komputasi kuantum, yang menandai komitmen perusahaan terhadap eksplorasi teknologi masa depan.
Terinspirasi proyek Google lainnya.
![]() |
| dok: google |
Sejalan dengan tradisi itu, tim Suncatcher kini berfokus pada riset awal yang mencakup desain, kontrol, dan komunikasi antarsatelit, serta adaptasi TPU terhadap kondisi ekstrem radiasi di luar angkasa. Langkah-langkah awal ini dianggap penting untuk memastikan sistem AI dapat beroperasi dengan stabil di lingkungan orbit yang keras.
Google juga telah membagikan makalah pracetak yang menjelaskan pendekatan ilmiah mereka terhadap pengembangan sistem ini. Dokumen tersebut menguraikan hasil awal dari pengujian radiasi terhadap TPU buatan Google, serta konsep arsitektur komunikasi satelit yang dapat saling berkoordinasi untuk menjalankan model pembelajaran mesin secara terdistribusi.
"Terinspirasi oleh proyek-proyek Google lainnya seperti kendaraan otonom dan komputasi kuantum, kami telah memulai pekerjaan dasar yang dibutuhkan untuk mewujudkan masa depan ini suatu hari nanti. Kami senang bahwa ini adalah area eksplorasi yang terus berkembang, dan penelitian awal kami, yang dibagikan hari ini dalam sebuah makalah pracetak," ungkap Google dalam pengumuman tersebut.
Dengan begitu, AI di luar angkasa bukan sekadar ide futuristik, tetapi mulai memiliki dasar teknis yang nyata. Tahapan berikutnya dari proyek ini adalah misi uji coba orbital yang dijadwalkan berlangsung pada awal tahun 2027.
Dalam fase ini, Google akan bekerja sama dengan perusahaan penginderaan Bumi Planet Labs untuk meluncurkan dua satelit prototipe yang membawa perangkat keras AI ke orbit rendah Bumi. Tujuan misi tersebut adalah menguji kinerja sistem, efisiensi energi surya, serta kemampuan komunikasi antarsatelit dalam kondisi sebenarnya.
"Langkah kami selanjutnya adalah misi pembelajaran dalam kemitraan dengan Planet untuk meluncurkan dua satelit prototipe pada awal tahun 2027 yang akan menguji perangkat keras kami di orbit, meletakkan dasar bagi era masa depan komputasi berskala besar di luar angkasa," tutup Google dalam pengumuman itu.

