![]() |
cover | topik.id |
Menurut keterangan pers juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok, dalam beberapa hari mendatang kedua pihak akan mendalami berbagai isu penting, mulai dari tindakan tarif sepihak AS, penyalahgunaan kontrol ekspor, hingga polemik aplikasi TikTok. Beijing menilai bahwa semua isu tersebut berimplikasi besar terhadap kepentingan ekonomi global dan kestabilan hubungan dagang bilateral.
"Dalam beberapa hari mendatang, kedua belah pihak akan membahas isu-isu seperti tindakan tarif sepihak AS, penyalahgunaan kontrol ekspor, dan TikTok. Delegasi Tiongkok dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng, yang juga merupakan anggota Biro Politik Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok," kata juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok pada hari Jumat dilansir dari laman resmi presroom Tiongkok, Senin (15/9/2025).
Tiongkok menegaskan bahwa posisinya terhadap TikTok jelas dan konsisten. Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu berkomitmen penuh melindungi hak serta kepentingan sah perusahaan-perusahaan domestik, termasuk TikTok, yang dianggap menjadi target politik di Amerika Serikat. Beijing menegaskan bahwa penyelesaian persoalan ini akan dilakukan berdasarkan hukum dan regulasi yang berlaku.
"Posisi Tiongkok terkait isu TikTok jelas dan konsisten, ujar juru bicara tersebut. Tiongkok berkomitmen penuh untuk melindungi hak dan kepentingan sah perusahaan-perusahaannya dan akan menangani isu TikTok sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku," terangnya.
Tiongkok selidiki antidiskriminasi AS.
Seiring pertemuan di Madrid, Kementerian Perdagangan Tiongkok juga mengumumkan peluncuran investigasi antidiskriminasi terhadap kebijakan ekonomi AS yang dinilai merugikan sektor sirkuit terpadu Tiongkok. Investigasi ini berlaku efektif sejak Sabtu (13/9/2025), hanya sehari sebelum pertemuan bilateral tersebut berlangsung. Hal ini menunjukkan sikap tegas Tiongkok dalam menanggapi kebijakan yang dianggap tidak adil.
Dalam pengumuman resminya, kementerian menyebut telah memperoleh bukti awal bahwa berbagai langkah AS, termasuk larangan dan pembatasan di bidang semikonduktor, bersifat diskriminatif. Investigasi ini dijalankan sesuai Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri Tiongkok. Beijing menegaskan akan mengambil langkah-langkah yang sesuai setelah hasil penyelidikan diperoleh.
Juru bicara kementerian menambahkan bahwa AS dalam beberapa tahun terakhir telah menerapkan sejumlah larangan dan pembatasan, seperti investigasi Pasal 301 dan kebijakan kontrol ekspor. Praktik proteksionis ini, menurut Tiongkok, secara langsung menghambat perkembangan industri teknologi tinggi, khususnya di bidang chip komputasi canggih dan kecerdasan buatan (AI).
Lebih jauh, Tiongkok menilai kebijakan AS tidak hanya merugikan perkembangan ekonomi domestiknya, tetapi juga mengganggu stabilitas rantai pasok dan industri semikonduktor global. Mengingat chip dan AI merupakan komponen vital bagi inovasi teknologi, langkah AS dipandang dapat menimbulkan efek domino bagi perekonomian dunia.
"Praktik proteksionis ini diduga mendiskriminasi Tiongkok dan merupakan pengekangan dan penekanan terhadap pengembangan industri teknologi tinggi Tiongkok seperti chip komputasi canggih dan kecerdasan buatan (AI), mereka tidak hanya merugikan kepentingan pembangunan Tiongkok tetapi juga secara serius merusak stabilitas rantai pasokan dan industri semikonduktor global, tambah juru bicara tersebut," kata juru bicara tersebut.
Penyelidikan yang diluncurkan Tiongkok akan mencakup berbagai kebijakan AS, mulai dari tarif tambahan terhadap produk Tiongkok sejak 2018 hingga pembatasan ekspor semikonduktor dan peralatan manufaktur sejak 2022. Bahkan, partisipasi warga AS dalam proyek semikonduktor Tiongkok juga ikut masuk dalam ruang lingkup penyelidikan.
Selain itu, Tiongkok juga mengawasi implementasi Undang-Undang CHIPS dan Sains AS yang dinilai membatasi ruang gerak perusahaan serta individu dalam melakukan aktivitas perdagangan dan investasi. Pengumuman terbaru dari pemerintah AS pada Mei 2025 yang membatasi penggunaan chip komputasi canggih Tiongkok, seperti Huawei Ascend, serta larangan penggunaan chip AI AS untuk melatih model AI di Tiongkok juga termasuk dalam materi penyelidikan.
Investigasi ini dijadwalkan berlangsung selama tiga bulan dengan opsi perpanjangan jika diperlukan. Hasil penyelidikan nantinya akan menjadi dasar bagi Tiongkok untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan aksi balasan terhadap Amerika Serikat. Dengan situasi yang kian rumit, dunia kini menanti bagaimana tarik ulur perdagangan dan teknologi antara Beijing dan Washington akan memengaruhi arah perekonomian global.
"Penyelidikan tersebut juga akan mencakup pengumuman dan panduan pemerintah AS mulai Mei 2025 yang membatasi penggunaan sirkuit terpadu komputasi canggih Tiongkok, seperti chip Ascend milik Huawei, dan membatasi penggunaan chip AI AS untuk melatih model AI Tiongkok. Penyelidikan dijadwalkan berlangsung selama tiga bulan, dengan kemungkinan perpanjangan dalam keadaan khusus," ungkapnya.
TikTok dianggap menjadi target politik.
![]() |
Presiden Amerika Serikat, Donal Trump | @x |
Terpisah, sebelumnya Presiden Donald Trump mengeluarkan kebijakan terkait penerapan Undang-Undang Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing, dengan fokus utama pada aplikasi TikTok. Dalam perintah eksekutif tersebut, Trump memperpanjang masa penundaan penegakan undang-undang hingga 19 Juni 2025. Selama periode ini, Departemen Kehakiman tidak akan mengambil tindakan hukum maupun memberikan sanksi terhadap pihak yang masih mendistribusikan, memelihara, atau memperbarui aplikasi yang dikategorikan sebagai “dikendalikan musuh asing”.
Melalui kebijakan ini, Trump menegaskan bahwa bahkan setelah masa penundaan berakhir, pemerintah tidak akan menindak perilaku apa pun yang terjadi dalam periode sebelumnya. Untuk memastikan pelaksanaannya, Jaksa Agung diwajibkan mengeluarkan panduan tertulis mengenai implementasi perpanjangan tersebut. Selain itu, Jaksa Agung juga akan mengirimkan surat resmi kepada para penyedia aplikasi untuk menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran maupun tanggung jawab hukum yang berlaku selama periode tersebut.
"Penundaan penegakan yang ditentukan dalam bagian 2(a) dari Perintah Eksekutif 14166 tanggal 20 Januari 2025 (Penerapan Undang-Undang Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing ke TikTok), diperpanjang lebih lanjut hingga 19 Juni 2025. Selama periode ini, Departemen Kehakiman tidak akan mengambil tindakan apa pun untuk menegakkan Undang-Undang Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing," bunyi Undang-Undang Publik 118-50, Div. H.
Dalam perintah yang sama, Trump menekankan bahwa isu ini menyangkut kepentingan keamanan nasional. Ia menolak upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh negara bagian atau pihak swasta, dengan alasan hal tersebut bertentangan dengan kewenangan eksekutif. Oleh karena itu, Jaksa Agung diminta menggunakan seluruh kewenangan yang ada untuk mempertahankan otoritas eksklusif pemerintah federal dalam menegakkan undang-undang terkait aplikasi asing.
Selain membahas soal TikTok, perintah ini juga mencantumkan ketentuan umum agar tidak menimbulkan salah tafsir. Trump menegaskan bahwa perintah tersebut tidak melemahkan kewenangan departemen eksekutif lainnya, maupun fungsi Direktur Kantor Manajemen dan Anggaran. Dengan demikian, kebijakan ini tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku dan bergantung pada ketersediaan dana pemerintah.
Terakhir, Trump menekankan bahwa perintah eksekutif ini tidak menciptakan hak atau manfaat baru yang bisa ditegakkan oleh pihak mana pun terhadap pemerintah Amerika Serikat. Artinya, kebijakan ini murni ditujukan untuk mempertegas arah penegakan hukum di level eksekutif, sekaligus meneguhkan posisi pemerintah pusat dalam mengendalikan isu-isu yang dianggap terkait dengan keamanan nasional.
"Mengingat kepentingan keamanan nasional yang dipertaruhkan dan karena pasal 2(d) Undang-Undang ini hanya memberikan kewenangan investigasi dan penegakan Undang-Undang ini kepada Jaksa Agung, upaya penegakan oleh Negara Bagian atau pihak swasta merupakan pelanggaran terhadap kewenangan Eksekutif. Jaksa Agung harus menggunakan semua kewenangan yang tersedia untuk mempertahankan dan mempertahankan kewenangan eksklusif Eksekutif dalam menegakkan Undang-Undang ini," bunyi pasal Undang-Undang Publik 118-50, Div. D.