![]() |
cover | topik.id |
Tiongkok kembali memperketat kebijakan ekspornya dengan memberlakukan pengendalian terhadap teknologi yang berkaitan dengan tanah jarang. Langkah ini diumumkan oleh Kementerian Perdagangan Tiongkok pada Kamis, 9 Oktober 2025 dan berlaku segera.
Kebijakan tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintah Beijing untuk menjaga kepentingan nasional serta melindungi teknologi strategis yang memiliki nilai ekonomi dan keamanan tinggi di tengah meningkatnya persaingan global dalam sektor teknologi maju.
Dalam pernyataannya, Kementerian Perdagangan Tiongkok menyebutkan bahwa setiap organisasi maupun individu asing kini wajib memperoleh lisensi ekspor sebelum mengekspor barang-barang yang dikategorikan sebagai dwiguna dan mengandung komponen tanah jarang. Istilah "dwiguna" mengacu pada barang atau teknologi yang dapat digunakan baik untuk kepentingan sipil maupun militer.
"Kementerian Perdagangan Tiongkok pada hari Kamis mengumumkan akan memberlakukan tindakan pengendalian ekspor pada teknologi terkait tanah jarang, dengan efek segera," tulis pernyataan resmi Kantor Informasi Dewan Negara Republik Rakyat Tiongkok, seperti dilansir Kamis (9/10/2025).
Tanah jarang merupakan kelompok dari 17 unsur kimia yang memiliki sifat unik, seperti kemampuan magnetik, konduktivitas tinggi, dan ketahanan panas luar biasa. Unsur-unsur ini termasuk neodymium, lanthanum, cerium, dan dysprosium, yang banyak digunakan dalam berbagai industri modern. Walaupun disebut "jarang", unsur-unsur ini sebenarnya cukup melimpah di kerak bumi, namun sulit untuk diekstraksi dan dimurnikan secara ekonomis serta ramah lingkungan.
Peran tanah jarang sangat vital dalam pembuatan berbagai perangkat teknologi tinggi. Tanah jarang digunakan dalam pembuatan magnet permanen untuk motor listrik, baterai kendaraan listrik, turbin angin, serta komponen penting dalam perangkat elektronik seperti ponsel, komputer, dan televisi layar datar.
Di bidang pertahanan, unsur-unsur tanah jarang digunakan dalam radar, sistem panduan misil, hingga teknologi komunikasi militer. Dengan demikian, tanah jarang termasuk ke dalam kategori material strategis yang menjadi rebutan banyak negara industri.
Langkah Tiongkok ini memiliki implikasi besar terhadap rantai pasok global. Sebagai produsen dan pengekspor utama tanah jarang di dunia, menguasai lebih dari 60% produksi global, kebijakan baru ini berpotensi memperketat pasokan bagi negara-negara yang sangat bergantung pada impor dari Tiongkok.
Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa, kemungkinan akan mempercepat upaya diversifikasi sumber pasokan dan pengembangan teknologi alternatif.
Kebijakan pengendalian ekspor tersebut juga menunjukkan bahwa Tiongkok semakin menegaskan posisinya dalam persaingan geopolitik teknologi global. Dengan menjadikan ekspor tanah jarang sebagai instrumen strategis, Beijing dapat menggunakan kebijakan ini sebagai alat negosiasi dalam hubungan dagang dan diplomasi, khususnya terhadap negara-negara yang menerapkan pembatasan terhadap perusahaan teknologi Tiongkok.
Secara keseluruhan, keputusan Tiongkok memperketat ekspor teknologi yang berkaitan dengan tanah jarang mencerminkan strategi jangka panjang untuk mempertahankan kendali atas sumber daya penting dunia modern.
Di saat dunia berlomba menuju era energi bersih dan digitalisasi, tanah jarang menjadi salah satu elemen kunci dalam peta kekuatan ekonomi dan teknologi global. Penguasaan sumber daya dan teknologi kini menjadi faktor utama dalam menentukan posisi suatu negara di panggung internasional.
"Tiongkok juga memutuskan bahwa organisasi dan individu asing harus memperoleh lisensi ekspor barang-barang dwiguna sebelum mengekspor barang-barang terkait tanah jarang tertentu ke negara-negara dan wilayah di luar Tiongkok, kata Kementerian Perdagangan dalam sebuah pernyataan," ungkapnya.