![]() |
| cover | topik.id |
Microsoft melaporkan bahwa tingkat aktivitas siber Indonesia tertinggi di kawasan Asia-Pasifik, seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi digital nasional. Dalam pemetaan regional, Indonesia menempati peringkat ke-12 negara dengan aktivitas siber tertinggi. Kontribusinya mencapai sekitar 3,6 persen dari total aktivitas siber di Asia-Pasifik.
Posisi tersebut menunjukkan meningkatnya eksposur organisasi perusahaan di Indonesia terhadap berbagai ancaman siber. Serangan yang paling umum meliputi pencurian data, ransomware, hingga malware pencuri informasi. Kondisi ini menandakan permukaan serangan digital yang semakin luas dan kompleks.
"Dalam konteks kawasan, Indonesia menempati peringkat ke-12 dalam daftar negara dengan aktivitas siber tertinggi di Asia Pasifik, menyumbang sekitar 3,6 persen dari total aktivitas siber kawasan tersebut," tulis Microsoft dalam laporan resminya, seperti dilansir topik.id, Senin (15/12/2025).
Salah satu ancaman yang menonjol adalah Infostealer, khususnya Lumma Stealer. Laporan mencatat lebih dari 14 ribu perangkat di Indonesia terinfeksi malware tersebut sepanjang paruh pertama 2025. Infeksi ini berpotensi membuka akses awal bagi serangan siber lanjutan.
"Data ini menunjukkan peningkatan eksposur organisasi di Indonesia terhadap berbagai bentuk serangan, seperti pencurian data, ransomware, hingga malware Infostealer seperti Lumma Stealer, yang menurut laporan telah menyerang lebih dari 14 ribu perangkat di Indonesia selama paruh pertama 2025," ungkap Microsoft dalam laporan tersebut.
Sementara itu, President Director Microsoft Indonesia, Dharma Simorangkir, menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan digital dan kesiapan keamanan. Menurutnya, keamanan siber kini menjadi bagian dari tata kelola bisnis, bukan sekadar urusan teknis. Kepercayaan menjadi fondasi utama dalam inovasi berbasis teknologi dan AI.
"Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang begitu cepat perlu diimbangi dengan kesiapan dan disiplin keamanan yang kuat," kata Dharma Simorangkir.
Lanskap ancaman siber menunjukkan pergeseran besar, salah satunya dominasi serangan berbasis identitas. Lebih dari 97 persen serangan identitas berasal dari upaya menebak kata sandi secara massal. Penerapan multifactor authentication (MFA) yang tahan phishing terbukti mampu menekan risiko hingga 99 persen.
Ransomware juga berevolusi dari sekadar penguncian sistem menjadi pemerasan data. Pelaku kini mencuri data sensitif untuk dijual atau dijadikan alat tekanan. Sektor publik seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, dan pemerintah daerah menjadi target utama karena keterbatasan sumber daya keamanan.
Infostealer berperan sebagai pintu masuk baru dalam rantai serangan siber modern. Malware ini mencuri kredensial melalui malvertising dan manipulasi hasil pencarian. Perkembangannya yang cepat menjadikan infostealer ancaman serius bagi keberlanjutan keamanan digital Indonesia.
"Cybersecurity kini bukan hanya tanggung jawab IT, melainkan bagian dari tata kelola bisnis dan fondasi kepercayaan dalam berinovasi. Dengan AI, kita memiliki peluang sekaligus tanggung jawab baru, yakni bagaimana memastikan setiap organisasi, dari startup hingga lembaga publik, sehingga dapat berinovasi dengan aman dan bertanggung jawab," terang Dharma Simorangkir.
.png%20(1).webp)