iklan - scroll untuk melanjutkan membaca.

Dipicu AI, penipuan online terpusat di Asia Tenggara

Operasi besar-besaran yang dilakukan Pemerintah Kamboja baru-baru ini mengungkap ribuan pelaku dan korban.

author photo
A- A+
WNI korban penipuan daring mendapatkan pengarahan dari pihak KBRI Phnom Penh di Bavet, Kamboja | @kemlu
Fenomena penipuan online yang semakin marak di Asia Tenggara kini memasuki babak baru yang lebih kompleks dan mengkhawatirkan, terutama karena keterkaitannya dengan perdagangan manusia dan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). 

Pusat-pusat penipuan yang awalnya terkonsentrasi di kawasan ini kini melibatkan ribuan korban dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang dijebak melalui iklan pekerjaan palsu dan dipaksa melakukan kejahatan digital. Operasi besar-besaran yang dilakukan Pemerintah Kamboja baru-baru ini mengungkap ribuan pelaku dan korban, menyoroti pentingnya kerja sama internasional dalam menanggulangi kejahatan lintas batas ini. 

Interpol pun memperingatkan bahwa penyebaran pusat-pusat kejahatan ini telah menjangkau berbagai belahan dunia dan berkembang menjadi ancaman global yang ditopang oleh teknologi manipulatif, sehingga menuntut respons terkoordinasi dari berbagai pemangku kepentingan.

Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Dr. Santo Darmosumarto, telah bertemu dengan Chhay Sinarith, Menteri Senior dan Kepala Sekretariat Committee to Combat Online Scams (CCOS) Kamboja. Pertemuan membahas kerja sama penanggulangan aktivitas kejahatan penipuan daring (online scam), termasuk perkembangan pasca operasi pemberantasan yang minggu lalu dilakukan oleh Pemerintah Kamboja.

Dalam pertemuan, Senior Minister Chhay Sinarith menyampaikan perkembangan terkini terkait operasi pemberantasan yang dilakulan serentak di 15 provinsi di Kamboja sejak tanggal 14 Juli 2025. Operasi ini berhasil menjaring 2.780 orang, termasuk warga negara asing dari Tiongkok, Viet Nam, Bangladesh, Korea Selatan, Pakistan, dan lainnya. Sebanyak 339 orang teridentifikasi sebagai WNI, yang terjaring di beberapa provinsi berbeda.
"Operasi ini merupakan implementasi langsung dari perintah PM Hun Manet tanggal 14 Februari 2025 lalu dan menjadi bukti atas komitmen Pemerintah Kerajaan Kamboja dalam penggulangan kejahatan penipuan daring, yang telah menjadi isu prioritas bagi Kamboja dan kawasan," ungkap Senior Minister Chhay Sinarith dalam pernyataan resminya, dilansir Kamis (23/7/2025).
Sebagai tindak lanjut dari operasi ini, otoritas Kamboja akan melakukan proses penyelidikan para warga negara asing yang tertangkap dan mendalami kasus di setiap provinsi yang berbeda-beda. Otoritas Kamboja akan memproses secara hukum pihak-pihak yang terlibat atas berbagai tindakan kejahatan yang terkait penipuan daring, termasuk pencucian uang, penipuan lowongan pekerjaan, dan tindakan kekerasan.

Dubes RI menyampaikan dukungan bagi upaya penegakan hukum yang dilakukan Pemerintah Kamboja. Ditambahkan bahwa tindak kejahatan penipuan daring, yang sifatnya transnasional, memerlukan kerja sama erat di antara negara-negara yang terkait. Untuk itu, dan sejalan dengan semangat 2023 ASEAN Leaders' Declaration on Combating Trafficking in Persons Caused by the Abuse of Technology, KBRI Phnom Penh siap untuk tingkatkan koordinasi dan komunikasi dengan instansi-instansi terkait di Kamboja dan Indonesia.

Di saat yang sama, Dubes RI menegaskan pentingnya agar hak-hak dasar WNI yang terjaring operasi tetap terlindungi. “Kami mendukung penuh upaya penegakan hukum Pemerintah Kamboja. Di saat yang sama, kami juga berkepentingan untuk memastikan bahwa para WNI yang saat ini berada dalam penanganan otoritas dapat diberikan hak-haknya, termasuk akses kekonsuleran dan informasi hukum yang jelas,” ujar Dubes RI.

Sejak berita di media setempat muncul mengenai operasi ini, KBRI telah secara intensif melakukan komunikasi dengan kepolisian di provinsi-provinsi di mana terdapat konsentrasi tinggi komunitas Indonesia. Berdasarkan informasi awal dari kepolisian Provinsi Poipet, di mana 271 WNI terjaring disesalkan adanya sikap tidak kooperatif dari sejumlah WNI saat pemeriksaan awal, termasuk memalsukan nama dan keterangan lainnya. Namun demikian pihak kepolisian memastikan kepada KBRI Phnom Penh bahwa seluruh WNI yang terjaring dalam kondisi yang aman dan baik.

Selain mencatat lonjakan kasus pelindungan WNI di Kamboja dalam 4 tahun terakhir, KBRI memperhatikan adanya peningkatan signifikan terkait WNI yang terlibat aktivitas penipuan daring. Pada tahun 2024, dari 3.310 kasus WNI bermasalah yang ditangani KBRI, sekitar 75% terkait WNI yang terlibat penipuan daring. Jumlah ini merupakan peningkatan lebih dari 250% dibandingkan tahun 2023.

Tren peningkatan ini terus berlanjut. Selama Januari-Juni 2025, KBRI telah menangani 2.585 kasus pelindungan WNI, di mana 83% di antaranya terkait WNI yang terlibat di penipuan daring. Jumlah ini meningkat sebesar 125% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Para WNI mengaku tergiur tawaran kerja dengan gaji besar dan persyaratan kecil.

KBRI Phnom Penh terus bersinergi dengan berbagai pihak di Kamboja dan di tanah air untuk memperkuat diplomasi pelindungan WNI. Pemerintah Indonesia menghormati langkah penegakan hukum yang dilakukan Pemerintah Kamboja dan menghimbau agar masyarakat Indonesia tidak tergiur bekerja secara non-prosedural di luar negeri, terutama yang terkait aktivitas ilegal, karena akan menghadapi konsekuensi hukum di negara setempat.

Data Interpol.

Data: Interpol
Interpol melaporkan, hingga Maret 2025, korban dari 66 negara diperdagangkan ke pusat penipuan daring, dan tidak ada benua yang tidak tersentuh. Tujuh puluh empat persen korban perdagangan manusia dibawa ke pusat-pusat di wilayah 'pusat' asal Asia Tenggara, menurut analisis tren kejahatan menggunakan data dari Interpol yang relevan dikeluarkan dalam lima tahun terakhir.

Namun, pusat penipuan daring semakin banyak ditemukan di kawasan lain, termasuk Timur Tengah, Afrika Barat, yang dapat berkembang menjadi pusat regional baru, dan Amerika Tengah.

"Sementara sekitar 90 persen fasilitator perdagangan manusia berasal dari Asia, 11 persen berasal dari Amerika Selatan atau Afrika. Delapan puluh persen fasilitator adalah laki-laki, dan 61 persen berusia antara 20 dan 39 tahun," tulis Interpol dalam laporan resminya, dilansir Rabu (23/7/2025).
 
Awalnya terpusat di beberapa negara Asia Tenggara, pusat-pusat tersebut diperkirakan telah menarik ratusan ribu korban perdagangan manusia, biasanya melalui iklan lowongan kerja palsu, menahan mereka di kompleks perumahan dan memaksa mereka melakukan penipuan rekayasa sosial daring.

Meskipun tidak semua orang yang melakukan penipuan di pusat penipuan merupakan korban perdagangan manusia, mereka yang ditahan di luar keinginan mereka sering kali menjadi sasaran pemerasan melalui jeratan utang, serta pemukulan, eksploitasi seksual, penyiksaan, dan pemerkosaan.

Penipuan daring yang direkayasa oleh pusat-pusat tersebut menargetkan kelompok korban kedua yang tersebar di seluruh dunia, yang sering kali mengalami kerugian finansial dan emosional yang melemahkan.

Sejak 2023, Interpol telah mendokumentasikan bagaimana tren kejahatan bermata dua ini telah berkembang dari ancaman regional di Asia Tenggara menjadi krisis global, dengan mengeluarkan Pemberitahuan Oranye untuk menandakan ancaman serius dan segera terhadap keselamatan publik.

Pada tahun 2024, operasi global yang dikoordinasikan oleh Interpol mengungkap lusinan kasus di mana korban perdagangan manusia ditipu dan dipaksa melakukan penipuan, dengan petugas polisi nasional menggerebek pusat penipuan skala industri di Filipina .

Pada tahun yang sama, operasi Interpol berhasil membongkar pusat penipuan di Namibia , tempat 88 pemuda dipaksa melakukan penipuan.

Dipicu teknologi AI.

Pembaruan Interpol juga menyoroti bagaimana teknologi baru dan konvergensi dengan area kejahatan besar lainnya dapat mengubah pusat penipuan yang dipicu perdagangan manusia seiring tren kejahatan terus berkembang.

Penggunaan kecerdasan buatan telah diamati dalam semakin banyaknya kasus penipuan. AI telah digunakan untuk mengembangkan iklan pekerjaan palsu yang meyakinkan yang menarik korban perdagangan manusia serta menghasilkan foto atau profil daring melalui teknologi 'deepfake' untuk penipuan seks dan percintaan, di antara skema rekayasa sosial lainnya.

Selain itu, laporan yang dianalisis oleh Interpol juga menunjukkan bahwa rute yang sama yang digunakan untuk menyelundupkan korban ke pusat penipuan dapat digunakan untuk menyelundupkan narkoba, senjata api, dan spesies satwa liar yang dilindungi.

Daerah-daerah tempat pusat penipuan muncul di Asia Tenggara juga merupakan pusat utama perdagangan satwa langka seperti harimau atau trenggiling, sehingga memungkinkan terjadinya diversifikasi tindak kriminal.

Cyril Gout, Penjabat Direktur Eksekutif Layanan Kepolisian di Interpol, mengungkapkan jangkauan pusat penipuan daring menjangkau seluruh dunia dan merupakan tantangan global yang dinamis.

"Menangani ancaman yang mengglobal dengan cepat ini membutuhkan respons internasional yang terkoordinasi. Kita harus meningkatkan pertukaran informasi antar penegak hukum di negara-negara yang semakin terdampak dan memperkuat kemitraan dengan LSM yang membantu para korban dan perusahaan teknologi yang platformnya dieksploitasi," ungkapnya.


Share:
Premium.
Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.

Update
Indeks