![]() |
| Upacara penandatanganan yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam | dok: hanoiconvention.org |
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi mengadopsi konvensi awal melawan kejahatan siber pada 24 Desember 2024 silam di New York, upaya global menghadapi ancaman dunia maya. Melalui resolusi 79/243, Majelis Umum PBB menyetujui perjanjian internasional pertama yang secara komprehensif mengatur pencegahan, penindakan, dan kerja sama lintas negara dalam memerangi kejahatan siber, kini konvensi tersebut telah dibuka di Hanoi, Vietnam, Sabtu 25 Oktober 2025, waktu setempat.
"Konvensi ini merupakan perjanjian global komprehensif pertama mengenai hal ini, yang memberikan berbagai langkah bagi negara-negara untuk mencegah dan memerangi kejahatan siber. Konvensi ini juga bertujuan untuk memperkuat kerja sama internasional dalam berbagi bukti elektronik untuk kejahatan serius," tulis PBB dalam laporan resminya, seperti dikutip topik.id, Minggu (26/10/2025).
Konvensi ini dirancang sebagai panduan global yang memberikan langkah konkret bagi negara-negara anggota untuk memperkuat keamanan digital nasional sekaligus membangun mekanisme pertukaran bukti elektronik lintas yurisdiksi.
Dengan meningkatnya kejahatan siber lintas negara, dari peretasan sistem keuangan hingga pencurian data pribadi, kolaborasi internasional menjadi kunci utama dalam menegakkan hukum di dunia digital.
Teks resmi konvensi dapat diakses melalui Kantor Urusan Hukum PBB dan tersedia dalam enam bahasa resmi, Arab, Mandarin, Inggris, Prancis, Rusia, dan Spanyol. Ketersediaan dalam berbagai bahasa ini dimaksudkan untuk memastikan seluruh negara anggota memiliki akses setara terhadap isi perjanjian, serta mampu menyesuaikan implementasinya dengan sistem hukum nasional masing-masing.
Konvensi ini terdiri dari sembilan bab yang mencakup aspek hukum, teknis, dan hak asasi manusia. Pendekatan ini memungkinkan negara-negara untuk menyesuaikan metode investigasi kriminal tradisional dengan era digital tanpa mengabaikan prinsip keadilan dan privasi.
Selain itu, konvensi ini juga menekankan pentingnya kerja sama internasional agar penegakan hukum di ruang siber berjalan efektif dan adil.
"Sembilan bab Konvensi ini memberikan pendekatan komprehensif untuk mencegah dan memerangi masalah global kejahatan siber, sekaligus mencakup perlindungan hak asasi manusia. Konvensi ini mengatasi tantangan teknis dan hukum dengan menyesuaikan cara dan metode investigasi kriminal tradisional dengan lingkungan teknologi informasi dan komunikasi, serta dengan memperkuat kerja sama internasional. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi ringkasan bab-bab Konvensi," jelasnya.
Proses penandatanganan akan dilanjutkan di Markas Besar PBB di New York hingga 31 Desember 2026. Perjanjian ini akan resmi berlaku 90 hari setelah empat puluh negara menyerahkan instrumen ratifikasi atau aksesi, menandai fase implementasi global yang nyata.
PBB berharap kehadiran pejabat tinggi dari berbagai negara dapat memperkuat kesadaran internasional mengenai ancaman dunia maya yang semakin kompleks. Informasi dan pembaruan resmi mengenai acara ini akan disediakan melalui situs hanoiconvention.org.
"Setelah mulai berlaku, Konferensi Negara-negara Pihak akan diadakan secara berkala untuk meningkatkan kapasitas dan kerja sama antara Negara-negara Pihak dalam mencapai tujuan Konvensi dan untuk mempromosikan dan meninjau implementasinya," ungkap dalam laporan tersebut.
