iklan - scroll untuk melanjutkan membaca.

BRIN dan Google luncurkan platform gambar cadas digital

Di dalam platform ini diabadikan kondisi situs pada suatu waktu, menyediakan data berharga untuk penelitian lebih lanjut, dan memungkinkan pengalaman.

author photo
A- A+
cover | @google
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Google Arts & Culture resmi meluncurkan platform digital yang mendokumentasikan gambar cadas prasejarah dari lebih 100 situs gua di Indonesia. 

Proyek kolaboratif selama 2,5 tahun ini menyoroti kekayaan warisan budaya nenek moyang yang telah ada sejak lebih dari 50.000 tahun lalu, mencakup temuan gambar figuratif dan cap tangan tertua di dunia. 

Melalui peluncuran ini, BRIN dan Google ingin menjangkau publik luas dengan menghadirkan kembali narasi prasejarah dalam format digital interaktif, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam peta arkeologi global.

Kedua belah pihak akan melakukan “Peluncuran Platform Digital Gambar Cadas Prasejarah Indonesia”. Kegiatan ini berlangsung di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, BRIN Kawasan Thamrin, Jakarta, pada Selasa, 03 Juni 2025 Pukul 10.00 – 12.00 WIB.

Indonesia merupakan wilayah penting yang menyimpan pengetahuan gambar cadas (rock art), sebagai bagian dari studi arkeologi tentang dinamika kehidupan masa prasejarah, termasuk proses migrasi manusia modern awal (homo sapiens) dari paparan Sunda ke paparan Sahul melalui kawasan Wallacea. Kisah ini ditunjukkan dengan sejumlah temuan penting gambar cadas tertua di dunia dalam satu dekade terakhir di Indonesia. 

Hasil publikasi riset dari kerja sama antara peneliti Indonesia-Australia tentang gambar cadas di Sulawesi Selatan (Aubert et al. 2014, 2019, dan Brumm et al. 2021) dan Kalimantan Timur (Aubert et al. 2018) terbit pada jurnal ilmiah prestisius Nature dan Science Advances. Riset itu mengungkap tentang umur gambar cadas berupa gambar figuratif (gambar natural hewan dan therianthropik) dan cap tangan di dua kawasan tersebut yang telah ada minimal sejak 45 ribu tahun yang lalu. 

Hasil penelitian ini kemudian dipublikasikan dalam dua karya publikasi, yaitu Pleistocene cave art from Sulawesi, Indonesia dan Earliest hunting scene in prehistoric art. Publikasi ini menjadi salah satu dari 10 terobosan ilmu pengetahuan versi majalah Science di 2014 dan 2020. 

Tentu saja pengetahuan tersebut tidak hanya berhenti di kalangan akademisi saja. BRIN maupun Google Arts & Culture berharap proyek kolaboratif yang memuat perjalanan transformatif kekayaan budaya dan sejarah kepulauan Indonesia itu dapat diakses secara luas oleh publik. 

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengungkapkan, peluncuran platform digital ini sebagai wujud nyata dari komitmen tersebut, untuk menghidupkan kembali narasi-narasi kuno, serta membuatnya relevan dan menarik bagi generasi masa kini.
"Ini adalah tentang bagaimana kita menggunakan inovasi teknologi, dalam hal ini platform Google Arts & Culture, untuk menghidupkan kembali narasi-narasi kuno, serta membuatnya relevan dan menarik bagi generasi masa kini dan mendatang," jelas Laksana Tri Handoko dalam keterangan persnya, Senin (2/6/2025). 
Perlu disadari bersama, gambar cadas tersebut rentan terhadap berbagai faktor, baik alam maupun aktivitas manusia. Upaya konservasi fisik tentu menjadi prioritas. Namun, dokumentasi digital beresolusi tinggi dan pembuatan tur virtual seperti yang dilakukan dalam proyek ini adalah bentuk preservasi komplementer yang sangat penting. 

"Di dalam platform ini diabadikan kondisi situs pada suatu waktu, menyediakan data berharga untuk penelitian lebih lanjut, dan memungkinkan pengalaman virtual yang mengurangi tekanan kunjungan fisik ke situs-situs yang rapuh," terang Handoko.

Perlu diketahui, hasil dari kolaborasi tersebut menyoroti penemuan-penemuan yang luar biasa, termasuk seni gua naratif tertua di dunia, tempat perburuan paling awal yang diketahui, dan bukti tertua dari praktik pembedahan. 

Pengungkapan yang luar biasa ini menantang dan memperkaya pemahaman  tentang sejarah manusia, menempatkan Indonesia sebagai tempat lahirnya peradaban yang penting.

"Dengan memamerkan situs-situs luar biasa ini dan seni yang ada di dalamnya, platform ini tidak hanya mengangkat status Indonesia dalam narasi arkeologi global, tetapi juga meningkatkan pemahaman kita tentang pola migrasi manusia dan perkembangan masyarakat awal. Wawasan yang diperoleh dari penelitian ini berpotensi untuk membentuk kembali perspektif tentang sejarah bersama kita dan asal-usul kreativitas dan inovasi manusia," tutupnya.


Share:
Premium.
Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.

Update
Indeks