![]() |
| Pemusnahan Alat Perangkat Telekomunikasi Ilegal Wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah di Stasiun Monitoring Kalasan, Balai Monitor SFR Kelas I Yogyakarta, Sleman | dok: komdigi/humas/tri |
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melaporkan perangkat telekomunikasi ilegal dapat mengganggu komunikasi penerbangan, memperlambat peringatan dini cuaca, dan merusak stabilitas jaringan seluler. Penertiban yang dilakukan di Yogyakarta dan Jawa Tengah menjadi bagian dari upaya menjaga keamanan spektrum agar keselamatan publik terjamin.
Plh. Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Ervan Fathurokhman Adiwidjaja menyampaikan bahwa spektrum frekuensi adalah aset strategis negara yang harus terbebas dari perangkat ilegal. Ia mengingatkan bahwa pemancar tanpa izin sering kali menjadi sumber gangguan yang tidak terlihat namun berisiko besar.
"Jika ruang ini dipenuhi pemancar ilegal dan perangkat tanpa izin, yang terganggu bukan hanya kualitas sinyal, tetapi keselamatan dan layanan telekomunikasi publik, mulai dari komunikasi penerbangan, sistem peringatan dini cuaca, jaringan seluler hingga radio komunitas," kata Ervan dalam acara Pemusnahan Alat Perangkat Telekomunikasi Ilegal Wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah di Stasiun Monitoring Kalasan, Balai Monitor SFR Kelas I Yogyakarta, Sleman, Kamis (27/11/2025).
Dalam kegiatan pemusnahan tersebut, Kemkomdigi berhasil menyita 75 perangkat komunikasi ilegal, mulai dari pemancar rakitan, repeater GSM, hingga perangkat radio siaran tanpa izin milik perorangan, perusahaan dan instansi di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Perangkat-perangkat ini dimusnahkan setelah melewati proses pembinaan, teguran, klarifikasi, hingga sanksi administratif.
"Pemusnahan adalah opsi terakhir. Kami selalu mengedepankan pembinaan secara administratif secara beratahap. Hanya perangkat yang jelas-jelas tidak bersertifikat, tidak memenuhi standard, dan tidak mungkin digunakan untuk mengurus ISR, yang dimusnahkan," ujar Ervan.
Upaya penindakan ini pun berhasil mengamankan potensi negara melalui sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp406 juta di Yogyakarta dan Rp242 juta di Jawa Tengah. Ervan menilai pencapaian ini adalah bukti bahwa sanksi bagi pelanggar spektrum dijalankan secara tegas.
"Capaian ini menunjukkan bahwa sanksi pelanggar spektrum frekuensi dijalankan secara konkret mencakup penyitaan perangkat serta kewajiban membayar denda kepada negara," tegasnya.
Dari temuan di lapangan, Komdigi terus menemukan pola pelanggaran berulang dalam kasus ini, seperti access point yang dimodifikasi melebihi izin kelas, perangkat penguat sinyal tanpa sertifikasi, serta radio siaran yang mengudara pada frekuensi ilegal. Ervan mengimbau masyarakat agar berhati-hati membeli perangkat murah yang tidak jelas perizinannya.
"Apa yang tampak murah di awal justru bisa menjadi sangat mahal ketika mengakibatkan gangguan layanan publik dan berujung pada sanksi administratif maupun sanksi pidana," tuturnya.
Ervan menutup dengan penegasan bahwa penertiban spektrum bukan sekadar menindak perangkat, melainkan menjaga fondasi layanan digital nasional.
“Melalui penertiban spektrum frekuensi sebagai kegiatan rutin Komdigi, kita sedang menyiapkan fondasi yang bersih bagi keselamatan penerbangan, kecepatan respons kebencanaan, dan kualitas layanan telekomunikasi agar seluruh infrastruktur digital Indonesia dapat bekerja untuk satu tujuan yang sama, yaitu kepentingan dan keselamatan rakyat,” pungkasnya.
