Penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Tiongkok terus meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan perkembangan ekonomi digital yang semakin kompleks. Untuk menyesuaikan dengan tren ini, Mahkamah Rakyat Agung Tiongkok telah merumuskan berbagai interpretasi yudisial yang relevan.
Khususnya dalam isu-isu sensitif seperti pengenalan wajah, konsumsi daring, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual berbasis internet. Langkah ini dilakukan dalam kerangka Rencana Lima Tahun ke-14 (2021–2025) Tiongkok, dengan tujuan memastikan perkembangan teknologi tetap sejalan dengan perlindungan hukum.
He Xiaorong, hakim sekaligus wakil presiden Mahkamah Rakyat Agung Tiongkok, menjelaskan hal tersebut dalam konferensi pers di Beijing. Menurutnya, pertumbuhan pesat AI menuntut sistem hukum untuk adaptif dan mampu memberikan kepastian hukum, khususnya terkait data pribadi masyarakat yang semakin rentan terekspos di dunia digital. Dengan pendekatan ini, peran lembaga peradilan menjadi sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara inovasi dan perlindungan hak individu.
Salah satu terobosan besar yang dicatat adalah pengadilan Tiongkok berhasil menangani kasus pertama yang terkait dengan "pelanggaran suara AI". Dalam kasus ini, Mahkamah menegaskan bahwa penggunaan rekaman suara tanpa izin dari pemegang hak cipta, baik secara langsung maupun melalui lisensi pihak ketiga, merupakan pelanggaran hukum. Putusan ini menegaskan bahwa etika dan aturan algoritma harus menjadi bagian integral dari pengembangan serta pemanfaatan teknologi AI.
"Mahkamah Agung memandu persidangan kasus pertama pelanggaran suara AI di Tiongkok, dengan menegaskan bahwa penggunaan atau izin penggunaan suara dari rekaman suara tanpa izin pemegang hak cipta merupakan pelanggaran," tulis otoritas Tiongkok di laman resminya, dilansir Sabtu (13/9/2025).
Selain kasus terkait suara, pengadilan juga menghadapi tantangan baru dalam penanganan pelanggaran daring yang berkaitan dengan kebocoran informasi pribadi. Mahkamah Rakyat Agung menekankan pentingnya distribusi beban pembuktian yang adil serta peningkatan kompensasi terhadap kerugian akibat penyalahgunaan data. Hal ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari risiko kebocoran data yang semakin sering terjadi.
Dalam ranah perlindungan konsumen daring, langkah hukum juga diperkuat. Operator yang terbukti melanggar komitmen penjualan dijatuhi sanksi tegas, sebuah langkah yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman dan kepercayaan masyarakat terhadap transaksi digital. Menurut He, penegakan aturan yang konsisten menjadi kunci dalam mendorong ekosistem perdagangan elektronik yang sehat dan berkelanjutan.
Tidak hanya itu, Mahkamah Rakyat Agung juga menaruh perhatian pada isu-isu sosial yang semakin kompleks di dunia maya. Masalah seperti penindasan siber, penyebaran tuduhan palsu, dan konten berbahaya lainnya kini menjadi bagian penting dari fokus regulasi. Dengan menyediakan perlindungan hukum yang memadai, pengadilan berupaya menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi masyarakat luas.
Ke depan, Tiongkok berkomitmen memperkuat perannya dalam mengatur perkembangan teknologi, khususnya AI, melalui kerangka hukum yang jelas dan responsif. Upaya ini diharapkan tidak hanya memberikan perlindungan bagi konsumen dan pemilik hak, tetapi juga mendorong terciptanya iklim inovasi yang sehat. Dengan demikian, perkembangan ekonomi digital dapat berlangsung sejalan dengan keadilan sosial dan perlindungan hak asasi manusia.
"Mahkamah Rakyat Agung akan meningkatkan upaya untuk menanggulangi permasalahan sosial seperti penindasan maya dan tuduhan palsu, menyediakan layanan peradilan yang kuat dan perlindungan untuk melindungi hak dan kepentingan konsumen serta mendorong perkembangan ekonomi digital yang sehat," tegasnya.