![]() |
Tersangka menggunakan profil palsu, identitas palsu, dan gambar curian untuk menipu korban di Ghana | dok: Interpol. |
Interpol berhasil menuntaskan operasi besar yang menargetkan jaringan penipuan digital lintas negara di benua Afrika. Dalam operasi ini, pihak berwenang dari 14 negara bekerja sama untuk membongkar sindikat penipuan yang memanfaatkan media sosial (medsos) sebagai sarana utama. Hasilnya, 260 tersangka ditangkap dan 1.235 perangkat elektronik disita, menandai langkah besar dalam memerangi kejahatan siber yang merugikan ribuan korban.
Operasi Contender 3.0 berlangsung pada 28 Juli hingga 11 Agustus 2025. Fokus utamanya adalah pada penipuan asmara dan pemerasan seksual, dua bentuk kejahatan digital yang semakin marak. Modus penipuan asmara melibatkan penggunaan identitas palsu dan profil media sosial curian untuk membangun hubungan daring dengan korban, sebelum akhirnya memanipulasi mereka agar mengirimkan uang. Sementara itu, pemerasan seksual dilakukan dengan cara merekam video intim korban lalu menggunakannya sebagai alat pemerasan.
Penjabat Direktur Eksekutif Layanan Kepolisian di Interpol, Cyril Gout mengungkapkan pertumbuhan platform daring telah membuka peluang baru bagi jaringan kriminal untuk mengeksploitasi korban, yang mengakibatkan kerugian finansial dan psikologis.
"Unit-unit kejahatan siber di seluruh Afrika melaporkan peningkatan tajam dalam kejahatan berbasis digital seperti pemerasan seksual dan penipuan asmara. Pertumbuhan platform daring telah membuka peluang baru bagi jaringan kriminal untuk mengeksploitasi korban, yang mengakibatkan kerugian finansial dan psikologis. Dengan bekerja sama erat dengan negara-negara anggota dan mitra sektor swasta, kami tetap berkomitmen untuk menghentikan dan memberantas kelompok-kelompok yang memangsa individu rentan secara daring," ungkap Cyril Gout dalam pernyataan persnya, dilansir Senin (29/9/2025).
Selama operasi, penyelidik berhasil melacak alamat IP, infrastruktur digital, domain, hingga profil media sosial yang terkait dengan para penipu. Mereka juga menyita drive USB, kartu SIM, dan dokumen palsu yang dipakai untuk mendukung aktivitas ilegal. Tidak hanya itu, sebanyak 81 infrastruktur kejahatan siber di berbagai negara Afrika berhasil dibongkar, melemahkan jaringan kriminal transnasional tersebut.
Menurut data resmi, sebanyak 1.463 korban berhasil diidentifikasi, dengan kerugian finansial yang ditaksir mencapai hampir USD 2,8 juta. Angka ini menunjukkan betapa luasnya jangkauan kejahatan siber di wilayah Afrika. Interpol menegaskan bahwa dampak yang ditimbulkan tidak hanya berupa kerugian materi, tetapi juga trauma psikologis yang dialami para korban akibat manipulasi dan intimidasi daring.
"Selama Operasi Contender 3.0 (28 Juli - 11 Agustus 2025), polisi mengidentifikasi alamat IP, infrastruktur digital, domain, dan profil media sosial yang terkait dengan anggota sindikat penipuan. Petunjuk dan penangkapan selanjutnya juga menghasilkan penyitaan drive USB, kartu SIM, dan dokumen palsu, serta pembongkaran 81 infrastruktur kejahatan siber di seluruh Afrika. Penyelidik mengidentifikasi 1.463 korban yang terkait dengan penipuan tersebut, memperkirakan kerugian mereka hampir USD 2,8 juta," terangnya.
Operasi ini semakin kuat berkat kerja sama dengan mitra sektor swasta seperti Group-IB dan Trend Micro, yang menyediakan dukungan teknis serta berbagi data ancaman siber. Pertukaran laporan aktivitas siber yang dilakukan Interpol memungkinkan penegakan hukum di negara-negara peserta berjalan lebih cepat dan efektif. Hal ini menegaskan pentingnya kolaborasi internasional dalam menghadapi ancaman dunia maya yang bersifat lintas batas.
Beberapa negara melaporkan hasil signifikan dari operasi ini. Di Ghana, misalnya, otoritas setempat menangkap 68 tersangka, menyita 835 perangkat, dan mengidentifikasi 108 korban. Kerugian mencapai USD 450.000, dengan USD 70.000 berhasil dipulihkan. Di Senegal, polisi menangkap 22 tersangka yang berpura-pura menjadi selebritas untuk menipu 120 korban dengan kerugian sekitar USD 34.000.
Pantai Gading menjadi salah satu titik fokus operasi setelah polisi membongkar jaringan yang mengandalkan pemerasan berbasis foto intim. Sebanyak 24 tersangka ditangkap, 29 perangkat disita, dan 809 korban diidentifikasi. Sementara itu, di Angola, delapan tersangka ditangkap setelah terbukti membuat identitas palsu dengan dokumen ilegal untuk menipu 28 korban domestik maupun internasional.
Operasi Contender 3.0 didukung pendanaan dari Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris, sebagai bagian dari proyek bersama melawan kejahatan dunia maya di Afrika. Interpol sebelumnya juga merilis Laporan Penilaian Ancaman Siber Afrika 2025, yang menyebutkan dua pertiga negara di benua tersebut menghadapi tingkat kejahatan siber yang sedang hingga tinggi.
Partisipasi 14 negara, termasuk Nigeria, Afrika Selatan, Kenya, dan Uganda, membuktikan bahwa kerja sama regional dan global adalah kunci untuk menekan laju kejahatan digital yang semakin kompleks.
"Negara yang berpartisipasi Angola, Benin, Burkina Faso, Pantai Gading, Gambia, Ghana, Guinea, Kenya, Nigeria, Rwanda, Senegal, Afrika Selatan, Uganda, dan Zambia," jelasnya.